Kehilangan Akun, Menemukan Diri:

Sebuah Perjalanan Keterhubungan

Belakangan ini, saya sedang membaca buku The Gifts of Imperfection karya Brené Brown. Salah satu topik yang menarik perhatian saya adalah keterhubungan.

Apa hubungannya dengan kita, para IRT yang ngonten?

Pernah nggak, saat melihat suatu konten, tiba-tiba merasa, “Eh, kok ini aku banget? Aku juga mengalami hal yang sama!” 🤔

Saya pernah banget. Ada momen di mana saya merasa sangat relate dengan sebuah konten, lalu muncul perasaan, "Ah, ternyata aku nggak sendiri."

Secara alami, kita memang diprogram untuk saling terhubung. Sejak lahir, kita membutuhkan keterhubungan untuk tumbuh secara emosional, fisik, spiritual, dan intelektual. Bahkan dalam ilmu saraf, ini adalah sesuatu yang ilmiah!

Dari sini, saya melihat keterhubungan ini juga berperan besar di media sosial & algoritma:

🔹 Kita dihubungkan karena membahas hal yang sama. Algoritma mempertemukan kita berdasarkan minat dan interaksi. Misalnya, kalau kamu sering mencari tentang produk digital, tips ngonten, storytelling, atau personal branding, wajar kalau kita akhirnya bertemu di media sosial.

🔹 Algoritma membaca apa yang mempengaruhi emosi kita. Apa yang sering kita cari biasanya berkaitan dengan hal yang menarik perhatian kita. Tapi hati-hati! Kalau kontenmu fokus pada topik tertentu, jangan sampai kamu sering mencari atau menonton sesuatu yang nggak relevan, misalnya gosip atau hal lain yang bisa ‘mengacaukan’ algoritma feed-mu.

Kesimpulannya? Algoritma memahami keterhubungan lebih dari yang kita kira. Jadi, jalani saja proses ini secara alami. Karena pada dasarnya, kita memang terhubung dengan hal-hal yang dekat dengan diri kita.

Ketika Akun Hilang, Keterhubungan Tetap Ada

Banyak pelajaran yang saya ambil dari kehilangan akun Instagram @ibunyaboemi. Apa hubungannya dengan keterhubungan?

Akun hilang bukan berarti jati diri kita hilang. Terbukti, saya memulai akun baru, @DearIbun, dan keterhubungan itu tetap ada. Dalam 17 hari, akun Threads saya mencapai 500 followers, dan di Instagram 230 followers. Secara angka memang tidak besar, tapi dari segi insight dan engagement, saya merasakan interaksi yang lebih hangat dan bermakna.

Selain itu, kehilangan akun ini memberi saya kesempatan untuk lebih mendalami topik yang benar-benar ingin saya bahas.

Sebelumnya, di akun @ibunyaboemi, saya sering membahas hal teknis seperti tips ngonten, fitur media sosial, dan strategi. Tapi sebenarnya, saya juga tertarik pada topik yang lebih dalam, seperti self-actualization—bagaimana kita bisa mengekspresikan diri, mengembangkan keterampilan, dan terus bertumbuh.

Dulu, saya terlalu takut untuk bereksperimen. Saya khawatir kalau mencoba topik baru, engagement akan turun. Jadi, saya menunda-nunda. Padahal, kalau saya lebih berani, mungkin sudah banyak hal yang bisa saya pelajari dan bagikan lebih awal.

Sekarang, dengan akun baru, saya merasa punya ruang untuk lebih mengeksplorasi.

Bicara soal eksplorasi, saya merasa momen ini bertepatan dengan buku Brené Brown yang sedang saya baca. Saya termasuk telat mengenal sosoknya, awalnya hanya dari buku, lalu semakin terinspirasi setelah menonton TED Talks-nya. Sebagai seorang ibu, dia sangat menghargai proses self-actualization dan benar-benar mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Saya pun semakin bersemangat! Masih banyak hal yang ingin saya eksplor, dan saya nggak sabar untuk membagikan progress-nya denganmu.

Karena pada akhirnya, keterhubungan adalah tentang bagaimana kita tumbuh bersama.

Teruntuk teman-teman yang membaca tulisan ini. Silakan komen atau DM untuk feedback berupa kritik atau saran tulisan selanjutnya. Termasuk juga jika ada pertanyaan yang sekiranya bisa saya ulas lebih dalam juga silakan feel free untuk menghubungi saya.

Bisa klik tombol ini untuk mendapatkan akses Ebook Storytelling ibunyaboemi.

Klik tombol ini untuk support tulisan-tulisan Ibun ya.

Reply

or to participate.