- Feminime Content
- Posts
- IRT Ngonten Kok Malah Makin Bingung?
IRT Ngonten Kok Malah Makin Bingung?
Ternyata, IRT ngonten juga bisa kena syndrome
Satu hal yang saya sadari selama kurang lebih satu tahun ngonten sebagai Ibunya Boemi adalah bahwa ketika sudah mulai berani membuat konten, tantangan berikutnya muncul: Next, harus apa? Tentu saja, saya harus mencari ide dan terus berkarya. Dalam proses pencarian ide ini, banyak hal yang terjadi—scrolling Instagram, membaca artikel, menonton YouTube, mencari inspirasi dari konten di feed orang lain.
Tapi nyatanya… tidak semudah itu.
Sering kali, saya terjebak dalam scrolling yang tidak produktif, bahkan sampai larut malam, padahal tubuh sudah sangat butuh istirahat. Dan di media sosial, kita selalu menemukan banyak hal menarik yang kelihatannya mudah dilakukan:
💭 "Ahh, kayaknya aku bisa deh bikin konten kayak gini juga!"
💭 "Coba ah, aesthetic banget, pasti bisa jadi dalam waktu singkat."
Tapi setelah dijalani, malah nggak selesai-selesai. Akhirnya, rencana yang sudah dibuat berantakan. Ini bukan kejadian sekali dua kali, dan mungkin kamu juga pernah mengalaminya.

Inilah yang disebut Shiny Object Syndrome (SOS)—ketertarikan terhadap sesuatu yang baru, yang tampak menjanjikan, padahal yang sedang kita kerjakan belum selesai.
Dari situ saya belajar, bahwa seperti kata Ali Abdaal:
"The best way to build a brand and make money online is to create valuable content consistently, without expecting immediate returns."
Scrolling Bermanfaat atau Justru Makin Terjebak?
Mungkin ada yang bertanya, "Loh, Bun, katanya scrolling Instagram penting buat interaksi dan engagement?"
Iya, scrolling itu perlu. Tapi tujuannya harus jelas:
✅ Masuk ke dalam lingkaran pembahasan yang sejalan dengan niche kita.
✅ Menjaga fokus, agar tidak terdistraksi oleh hal-hal di luar topik kita.
Misalnya, kalau kita membuat konten parenting, tapi justru lebih banyak mantengin akun gosip atau fashion, lama-lama algoritma Instagram akan menyesuaikan preferensi kita ke sana. Semua yang kita search, like, komentari, simpan, dan bagikan akan membentuk pengalaman sosial media kita sendiri. Jadi, kalau kita ingin tetap on track, kita harus lebih sadar dalam menggunakan media sosial.
Instagram sebenarnya sudah menyediakan fitur untuk mengelompokkan akun-akun favorit agar konten yang muncul di timeline lebih relevan. Saya sudah membagikan tutorialnya di sini: Klik untuk melihat tutorial.
Pelajaran dari Shiny Object Syndrome yang Pernah Saya Alami
Jujur, saya juga sering kena SOS ini. Masih ingat produk digital pertama saya? Template Content Planner sederhana dalam format spreadsheet. Saya membuatnya karena selama 5 tahun bekerja, spreadsheet adalah tools yang sangat familiar bagi saya.
Tapi kemudian, saya mulai FOMO melihat tren lain. Saya tergoda untuk membuat produk digital tentang parenting, meskipun itu bukan keahlian utama saya. Dari segi tools, mungkin saya bisa menggunakan Canva, tapi mendalaminya ternyata membutuhkan waktu yang lebih lama dari perkiraan. Akibatnya? Banyak proyek saya yang akhirnya tidak selesai.
Bahkan, saya pernah terjebak menjual produk digital dengan lisensi yang tidak jelas. Setelah beberapa waktu, saya memutuskan untuk take down produk tersebut. Saat itu, belum banyak creator yang membahas lisensi digital secara mendetail. Dan hingga hari ini, edukasi soal ini masih menjadi tantangan.
Melihat ke belakang, saya sadar bahwa distraksi kecil yang saya anggap sepele telah membawa saya pada banyak penundaan—dan bahkan masalah.
Bingung Itu Wajar, Tapi Jangan Sampai Berhenti
Saya sering mendapat DM dari teman-teman di Instagram dan peserta kelas saya yang bilang, "Aku masih bingung, nih. Udah di jalur yang benar atau belum?"
Bingung soal niche.Bingung soal target audiens.Bingung soal cara ngonten yang efektif.
Tapi saya ingin bilang: Bingung bukan berarti harus berhenti.
Sering kali, kebingungan membuat kita menunda, lalu malas, dan akhirnya gagal berproses. Tapi kalau kita sadar bahwa bingung adalah tanda bahwa kita sedang belajar, kita akan lebih sabar dalam perjalanan ini.
Saya tidak malu mengakui bahwa saya pernah salah langkah. Tapi saya juga tidak akan membiarkan kesalahan itu berlarut-larut. Karena saya percaya, di antara 100 views, 100 likes, atau 100 followers, pasti ada satu orang yang benar-benar butuh apa yang saya bagikan di media sosial. Dan itu cukup untuk membuat saya terus berjalan.

Jadi, kalau kamu merasa stuck atau burnout, coba beri ruang untuk diri sendiri. Jauhi sejenak sumber burnout, lalu kembali lagi dengan karya-karyamu yang luar biasa. Karena perjalanan ini bukan tentang siapa yang paling cepat, tapi siapa yang bisa terus melangkah.
Teruntuk teman-teman yang membaca tulisan ini. Silakan komen atau DM untuk feedback berupa kritik atau saran tulisan selanjutnya. Termasuk juga jika ada pertanyaan yang sekiranya bisa saya ulas lebih dalam juga silakan feel free untuk menghubungi saya.
Bisa klik tombol ini untuk mendapatkan akses Ebook Storytelling ibunyaboemi. | Klik tombol ini untuk support tulisan-tulisan Ibun ya. |
1 on 1 bareng Ibun sekarang. | Dapatkan akses ke Feminime Content System buatan Ibun. Mini Modul + Template Notion |
Reply